Rabu, 23 Mei 2012

Sketsa, di antara Dua Makna


SKETSA, DIANTARA DUA MAKNA
Pangeran Paita Yunus


Satu

Makna sebuah Pameran bagi seorang seniman tidak hanya merupakan penyajian terhadap karya yang telah dihasilkannya dalam satu kurun waktu proses kreatif tertentu tetapi juga merupakan ‘starting point’ atau awalan untuk proses kreatif selanjutnya. Apa yang akan diperbuat selanjutnya mungkin merupakan misteri yang tidak mungkin diketahui oleh siapapun, bahkan bagi senimannya sendiri. Seperti itulah yang tersaji dalam Pameran Sketsa Tutup Tahun 2004 yang merupakan hasil kerjasama Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Makassar dengan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Maros dari tanggal 28 – 30 Desember 2004 di Camba Kabupaten Maros.

Dan, apa yang tersaji pada pameran sketsa kali ini sebaiknya dipahami sebagai sebuah ‘proses’ dari sekian banyak proses yang mesti dilalui oleh setiap insan manusia, khususnya bagi seorang seniman dalam pengembaraan mencari jati dirinya.
Akhirnya, aktivitas dan kreativitas manusia senantiasa terkait dengan perjalanan waktu dan perubahan ruang. Wilayah kreativitas seni disepanjang zaman tidak mengenal batasan atau tempat pemberhentian, kecuali manusia yang menekuninya yang harus tertib pada  hukum waktu.

Dua

Pameran ini merupakan salah satu bentuk jawaban kegelisahan mahasiswa perupa yang berdomisili di  Makassar atas mandeknya kegiatan-kegiatan berkesenian di daerah ini (Sulawesi Selatan) dan juga untuk menjawab upaya peningkatan apresiasi masyarakat terhadap hasil karya seni yang dirasakan semakin terjadinya ‘kesenjangan’ yang cukup lebar, terutama yang dirasakan pada akhir tahun ini.
Hal ini sekurang-kurangnya tercermin dari ‘niat’ yang baik dari panitia untuk mengadakan pameran di luar kota Makassar dan berharap pameran ini dapat menjadi ajang apresiasi seni bagi masyarakat penikmatnya dan juga menjadi langkah awal yang baik untuk ‘ditradisikannya’ kerjasama seperti ini ke depan.

Gebrakan yang dilakukan ini menarik, setidaknya ketika suasana iklim berkesenian di daerah ini yang boleh dikatakan ‘jalan di tempat’ bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Apakah ini merupakan imbas dari terjadinya krisis multidimensi yang melanda negeri ini, yang juga berimbas pada kesenian kita? Ataukah hanya sesuatu yang bersifat sementara?, dan akan cerah kembali? Semua itu hanyalah waktu yang akan menjawabnya.
Tulisan ini dimaksukan untuk melihat beberapa karya perupa yang tampil dalam upaya mengiringi wacan apresiasi seni masyarakat sebagai bentuk komunikasi simbolik seniman dengan penikmatnya.


Tiga

Dulu, sketsa dibuat hanya sebagai rancangan awal (biasanya Cuma goresan-goresan sederhana) seorang pelukis sebelum  menciptakan karya lukisnya. Dalam perkembangannya, ternyata karya sketsa bisa menjadi karya seni tersendiri yang bisa disejajarkan dengan karya lukisan. Karya sketsa pesawat terbang atau anatomi manusia Leonardo da Vinci dan beberapa karya Rembrant Van Rijt atau seniman besar lainnya menjadi karya seni yang bermutu dan bernilai tinggi.

Mengapa ‘sketsa’ yang disajikan? Salah satu jawabannya adalah karena jalan yang mudah sekaligus paling murah untuk berkarya adalah menyeket. Seorang pelukis misalnya cukup membawa beberapa lembar kertas, pena dan tinta secukupnya. Kemudian dengan pengalaman dan kepekaan estetik ia dengan mudah akan menangkap dan mengabadikan momen-momen penting dengan cepat, spontan dan ekspresif.

Kegiatan menyeket bagi seorang seniman menjadi sebuah aktivitas yang sangat menyenangkan dan dekat dengan suasana hati. Menyeket  menjadi sebuah trend dan biasanya kemana pun seorang seniman pergi, tidak ketinggalan kertas dan penanya dibawa serta. Setiap goresan sang seniman menjadi sebuah ‘goresan’ yang penuh makna. Setiap goresan terkadang merupakan studi perkembangan kesenilukisan dan juga dapat merupakan  kumpulan dokumentasi perjalanan hidup pribadi sang seniman. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah semua ‘goresan’ yang diciptakan dapat digolong sebagai karya sketsa?, goresan macam apakah yang layak disebut sebagai sketsa?, atau apakah semua aktivitas menggores dapat dikategorikan sebagai karya sketsa?. Beberapa orang beranggapan bahwa sketsa hanya dimaksudkan sebagai rancangan gambar bersifat sementara yang kelak pada suatu ketika mengerjakannya kembali dalam mediaum cat. Sebagian lagi berpandangan bahwa sketsa adalah medium ekspresi estetik secara total dan menjadikan sketsa sebagai karya mandiri, sebagai  karya seni murni.
Sketsa dalam tahap ini menjadi totalitas  ekspresi yang menyimpan berbagai makna psikologis. Sketsa dipandang sebagai ‘bahasa rupa’ yang menyimpan banyak makna dan berkemampuan untuk mengekspresikan suara bathin seniman dari lubuk hati yang paling dalam. Tidak jarang terlihat karya sketsa seorang seniman lebih memiliki kualitas garis yang hebat dari pada lukisannya.
Bagaimana dengan karya yang ditampilkan pada pameran ini, terletak dimanakah posisi karya mereka? Apakah karya mereka hanya terhenti pada karya rancangan yang bertujuan untuk melatih ketajaman pengamatan dan keterampilan tangan dalam menarik garis serta menangkap obyek? Atau tergolong karya mandiri yang memiliki nilai sama dengan karya seni rupa lainnya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita mesti melihat kembali ‘semangat penciptaan’ karya sketsa yang ada. Kualitas totalitas ekspresi yang ditampilkan oleh beberapa perupa dalam pameran ini, tampak sangat menonjol terutama dalam pemanfaatan goresan yang cepat, spontan dan ekspresif menjadikannya sebagai karya seni mandiri. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pameran ini juga tampil beberapa karya perupa dengan goresan yang masih ‘penuh keraguan’ dan tidak spontan.

Dan akhirnya , apa yang tersaji pada pameran ini sekali lagi  sebaiknya dipahami sebagai sebuah ‘proses’ dari sekian banyak proses yang mesti dilalui oleh seorang seniman dalam pengembaraan pencarian jati dirinya di rimba belantara perkembangan seni rupa Indonesia.


Salam Apresiasi dan Selamat Berpameran !!!

Pangeran Paita Yunus
Pengajar pada Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Makassar
Kurator Galeri Seni Rupa ‘Colli PakuE’
Kurator Galeri ‘A. Kahar Wahid’




Tidak ada komentar:

Posting Komentar