Rabu, 23 Mei 2012

Dari Festival ke Festival


Dari Festival ke Festival
(Sebuah Catatan Kuratorial)


Festival Mandar, Sempugi, Makassar dan Toraja merupakan kegiatan tahunan yang dirancang bersifat ‘etnis’, dalam arti mengundang banyak seniman terbaik dan terpilih dalam satu etnik berdasarkan selera penyelenggara dan kemampuan penyelenggara mencari materi yang akan dipentaskan. Istilah curator belum dikenal pada waktu itu. Namun jikalau dilihat rentang waktu penyelenggaraan setiap festival, misalnya festival Mandar yang sudah ke tiga kalinya, Sempugi yang ke lima, serta Festival Makassar yang ke empat, dengan berdasar pada pengalaman sebelumnya pastilah kegiatan festival tahun ini akan lebih baik di banding tahun sebelumnya. Namun, berdasar pengamatan justru yang muncul adalah ketidak-teraturan dan ketidak-koordinasian yang jelas baik antar seniman, lembaga, maupun penikmatnya. Penyebab dari kesemuanya adalah: tidak adanya system pengelolaan acara yang sistematis dan semua dianggap sebagai proyek cari untung.

Berlindung di balik ‘proyek’ itulah, maka penyelenggaranya tidak pernah merasa perlu menyusun sebuah ‘rencana strategis’ untuk dapat diikuti dan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan festival berikutnya. Sehingga masuk akal bila setiap tahun materi yang ditampilkan terkadang berulang dan tidak berbobot.

Dari pengalaman mengikuti setiap pelaksanaan  festival, jelas terlihat tidak ada benang merah konsep yang menghubungkan  antara satu festival dengan festival lainnya. Masing-masing konsep terpisah dan murni hanya merupakan sebuah proyek  ‘jilid satu’ ke ‘proyek jilid’ berikutnya. Isu yang kemudian muncul di permukaan adalah semata-mata masalah penyelenggaraan festival, materi festival, seniman, dan yang terakhir curator



Apa yang mesti dilakukan !

Belajar dari pengalaman sebelumnya, maka sudah saat kita  melakukan setiap festival dengan mencari format baru dan dengan cara yang berbeda. Tidak hanya menyibukkan penyelenggara mencari materi-materi pertunjukan yang berkualitas, tapi juga perlu dirancang festival yang terintegrasi dengan seniman, pengamat dan masyarakat penikmat.

Masalah terbesar dalam penyelenggaraan setiap festival (Mandar, Toraja, Makassar, dan Bugis) tidak terletak pada dana yang ada, tetapi sumber daya manusia (SDM) yang sangat diharapkan mampu secara kreatif dan inovatif dalam mengelola acara festival sekecil apapun menjadi sebuah festival yang bisa diakses oleh public luas. Public dimaksudkan bukan hanya penonton/penikmat tetapi juga public yang dapat memberikan perhatian secara penuh, baik natura maupun non- natura.
Jadi, sebenarnya penyelenggaraan festival bukan hanya pada masalah konsep, tetapi juga sangat terkait dengan strategi pertunjukan, seleksi dan pemilihan pelaksana festival (SDM) serta pelaksanaannya itu sendiri.
Juga, yang menjadi pertimbangan yang sangat serius yakni public. Dimana sangat diharapkan terciptanya sinergi antar penikmat (audens) dan pencipta seni. Karena hal ini sama pentingnya dalam hal memilih tema dan seniman itu sendiri.

Makassar, 31 Agustus 2004
Salam,

Pangeran Paita Yunus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar