Dari Festival ke Festival
(Sebuah Catatan Kuratorial)
Festival
Mandar, Sempugi, Makassar dan Toraja merupakan kegiatan tahunan yang dirancang
bersifat ‘etnis’, dalam arti mengundang banyak seniman terbaik dan terpilih
dalam satu etnik berdasarkan selera penyelenggara dan kemampuan penyelenggara
mencari materi yang akan dipentaskan. Istilah curator belum dikenal pada waktu
itu. Namun jikalau dilihat rentang waktu penyelenggaraan setiap festival,
misalnya festival Mandar yang sudah ke tiga kalinya, Sempugi yang ke lima,
serta Festival Makassar yang ke empat, dengan berdasar pada pengalaman
sebelumnya pastilah kegiatan festival tahun ini akan lebih baik di banding
tahun sebelumnya. Namun, berdasar pengamatan justru yang muncul adalah
ketidak-teraturan dan ketidak-koordinasian yang jelas baik antar seniman,
lembaga, maupun penikmatnya. Penyebab dari kesemuanya adalah: tidak adanya
system pengelolaan acara yang sistematis dan semua dianggap sebagai proyek cari
untung.
Berlindung
di balik ‘proyek’ itulah, maka penyelenggaranya tidak pernah merasa perlu
menyusun sebuah ‘rencana strategis’ untuk dapat diikuti dan menjadi pedoman
bagi penyelenggaraan festival berikutnya. Sehingga masuk akal bila setiap tahun
materi yang ditampilkan terkadang berulang dan tidak berbobot.
Dari
pengalaman mengikuti setiap pelaksanaan
festival, jelas terlihat tidak ada benang merah konsep yang
menghubungkan antara satu festival
dengan festival lainnya. Masing-masing konsep terpisah dan murni hanya
merupakan sebuah proyek ‘jilid satu’ ke
‘proyek jilid’ berikutnya. Isu yang kemudian muncul di permukaan adalah
semata-mata masalah penyelenggaraan festival, materi festival, seniman, dan
yang terakhir curator
Apa yang mesti dilakukan !
Belajar
dari pengalaman sebelumnya, maka sudah saat kita melakukan setiap festival dengan mencari
format baru dan dengan cara yang berbeda. Tidak hanya menyibukkan penyelenggara
mencari materi-materi pertunjukan yang berkualitas, tapi juga perlu dirancang
festival yang terintegrasi dengan seniman, pengamat dan masyarakat penikmat.
Masalah
terbesar dalam penyelenggaraan setiap festival (Mandar, Toraja, Makassar, dan Bugis) tidak terletak pada dana yang ada,
tetapi sumber daya manusia (SDM) yang sangat diharapkan mampu secara kreatif
dan inovatif dalam mengelola acara festival sekecil apapun menjadi sebuah
festival yang bisa diakses oleh public luas. Public dimaksudkan bukan hanya
penonton/penikmat tetapi juga public yang dapat memberikan perhatian secara
penuh, baik natura maupun non- natura.
Jadi,
sebenarnya penyelenggaraan festival bukan hanya pada masalah konsep, tetapi
juga sangat terkait dengan strategi pertunjukan, seleksi dan pemilihan
pelaksana festival (SDM) serta pelaksanaannya itu sendiri.
Juga,
yang menjadi pertimbangan yang sangat serius yakni public. Dimana sangat
diharapkan terciptanya sinergi antar penikmat (audens) dan pencipta seni.
Karena hal ini sama pentingnya dalam hal memilih tema dan seniman itu sendiri.
Makassar, 31 Agustus 2004
Salam,
Pangeran
Paita Yunus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar